Usamah adalah anak dari Zaid bin Haritsah
dan Ibu Usamah bin Zaid adalah seorang wanita Habsyi yang diberkati,
terkenal dengan panggilan “Ummu Aiman”.Sesungguhnya Ummu Aiman adalah
bekas sahaya ibunda Rasulullah, Aminah binti Wahab. Dialah yang mengasuh
Rasulullah waktu kecil, ketika ibundanya masih hidup. Dan dia pulalah
yang merawat sesudah ibundanya wafat. Kerana itu dalam kehidupan
Rasulullah, baginda hampir tidak mengenal ibunda yang mulia selain Ummu
Aiman. Rasulullah menyayangi Ummu Aiman sebagaimana layaknya sayang anak
kepada ibu, Dan baginda sering berucap, “Ummu Aiman adalah ibuku
satu-satunya sesudah ibunda yang mulia wafat, dan satu-satunya
keluargaku yang masih ada.”
Adapun ayahnya adalah kesayangan
Rasulullah, Zaid bin Haritsah. Rasulullah pernah mengangkat Zaid sebagai
anak angkat beliau sebelum ia Islam. Dia menjadi sahabat beliau tempat
mempercayakan segala rahasia. Dan dia menjadi salah seorang anggota
keluarga dalam rumah tangga beliau, dan orang yang sangat beliau kasihi
dalam Islam.
Usamah sebaya dengan cucu Rasulullah
“Hasan bin Fatimah Az Zahra’.” Hasan berkulit putih, cantik bagaikan
bunga yang mengagumkan. Dia sangat mirip dengan datuknya, Rasulullah
SAW. Usamah kulitnya hitam, hidung pesek, sangat mirip dengan ibunya
wanita Habsyi. Namun begitu, kasih sayang Rasulullah kepada keduanya
tiada berbeda. Beliau sering mengambil Usamah, lalu beliau letakkan di
salah satu paha beliau. Kemudian beliau ambil pula Hasan, maka
diletakkannya pula putera yang satu lagi. Kemudian kedua anak itu
dirangkulnya bersama-sama kedadanya, seraya berkata, “Wahai Allah! Saya
menyayangi kedua anak ini, maka sayangi pulalah mereka.”
Begitu sayangnya Rasulullah kepada
Usamah, pada suatu kali Usamah tersandung di pintu, sehingga keningnya
luka dan berdarah. Rasulullah menyuruh ‘Aisyah membersihkan darah di
luka Usamah, tetapi ‘Aisyah tidak mampu melakukannnya. Karena itu beliau
berdiri mendapatkan Usamah, lalu beliau hisap darah yang keluar dari
luka Usamah, kemudian beliau ludahkan. Sesudah itu beliau bujuk Usamah
dengan kata-kata manis yang menyenangkan, sehingga Usamah merasa
tenteram kembali.Sebagaimana Rasulullah menyayangi Usamah waktu kecil,
begitu pula sayang beliau kepadanya tatkala dia sudah besar.
Sejak Usamah meningkat remaja, sudah
kelihatan pada dirinya sifat-sifat dan pekerti yang mulia, yang memang
menjadikannya kesayangan Rasulullah. Dia cerdik dan pintar, berani luar
biasa, bijaksana dan pandai meletakkan sesuatu pada tempatnya. Tahu
menjaga kehormatan, senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan tercela,
pengasih dan dikasihi orang, taqwa, wara’ dan mencintai Allah swt.
Waktu terjadi perang Uhud,
Usamah bin Zaid datang ke hadapan Rasulullah beserta serombongan
anak-anak sebayanya, putera-putera para sahabat. Mereka ingin turut
jihad fisabilillah. Sebahagian mereka diterima oleh Rasulullah dan
sebahagian lagi ditolak oleh beliau, kerana usia mereka yang masih
sangat muda. Usamah bin Zaid termasuk kelompok anak-anak yang ditolak.
Kerana itu Usamah pulang sambil menangis. Dia sangat sedih tidak
diperkenankan turut berperang di bawah bendera Rasulullah.
Dalam perang Khandaq, Usamah bin
Zaid datang pula bersama kawan-kawannya anak-anak remaja putera para
sahabat. Usamah berdiri tegap di hadapan Rasulullah supaya kelihatan
lebih tinggi, agar beliau memperkenankannya turut berperang. Rasulullah
kasihan melihat Usamah yang keras hati ingin turut berperang. Karena itu
beliau mengizinkannya. Usamah pergi berperang menyandang pedang, jihad
fi Sabilillah. Ketika itu dia baru berusia lima belas tahun.
Ketika terjadi perang Hunain,
tentera muslimin terdesak sehingga barisan mereka menjadi kacau balau.
Tetapi Usamah bin Zaid tetap bertahan bersama-sama ‘Abbas, Sufyan bin
Harits, dan enam orang lainnya dari para sahabat yang mulia. Dengan
jumlah kecil yang terdiri daripada orang-orang mu’min yang berani ini,
Rasulullah berhasil mengembalikan kekalahan para sahabatnya menjadi
kemenangan. Beliau berhasil menyelamatkan kaum muslimin yang lain dari
kejahatan kaum musyrikin.
Dalam perang Mu’tah, Usamah
turut berperang di bawah pimpinan ayahnya, Zaid bin Haritsah. Umurnya
ketika itu kira-kira delapan belas tahun. Usamah menyaksikan dengan mata
kepala, ayahnya tewas di medan tempur sebagai syuhada. Tetapi Usamah
tidak takut dan tidak pula mundur. Bahkan dia terus bertempur dengan
gigih di bawah pimpinan Ja’far bin Abi Thalib pula, sehingga Ja’far
syahid pula di hadapan matanya. Usamah menyerbu di bawah pimpinan
‘Abdullah bin Rawahah, sampai pahlawan ini gugur pula menyusul kedua
sahabatnya yang telah syahid lebih dahulu. Kemudian pimpinan dipegang
oleh Khalid bin Walid. Usamah bertempur di bawah Khalid. Dengan jumlah
tentara yang tinggal sedikit, kaum muslimin akhirnya melepaskan diri
dari cengkaman tentara Romawi. Selesai peperangan, Usamah kembali ke
Madinah dengan menyerahkan kematian ayahnya kepada Allah swt. Jasad
ayahnya ditinggalkan di bumi Syam (Syria) dengan mengenang segala
kebaikan al-marhum yang telah diperagakannya di hadapan anaknya, Usamah.
Pada tahun kesebelas Hijrah, Rasulullah
menurunkan perintah supaya menyiapkan bala tentera untuk memerangi
tentara Romawi. Dalam pasukan itu terdapat antara lain Abu Bakar
As-siddiq, Umar bin Al-Khatthab, Sa’ad bin Abi Waqqas, Abu ‘Ubaidah bin
Jarrah, dan lain-lain para sahabat yang tua-tua (senior). Tiada seorang
pun dari kaum Muhajirin yang unggul, melainkan dia ikut dalam pasukan
jihad ini, termasuk Umar bin Al-Khatthab, Abu Ubaidah, Sa’ad bin Abu
Waqqash, Abul A’war Said bin Zaid bin Amru bin Nufail radiallahuanhum
dan banyak lagi para pemuka Muhajirin yang ikut serta. Dari kaum Anshar
pun di antaranya Qatadah bin An-Nu’man dan Salamah bin Aslam bin Huraisy
dan lain-lain. Ada di antara kaum Muhajirin yang kurang setuju dengan
pimpinan Usamah Itu, karena usianya masih terlalu muda (18 tahun). Di
antara orang yang banyak mengkritiknya ialah Aiyasy bin Abu Rabi’ah Dia
berkata: “Bagaimana Rasulullah mengangkat anak muda yang belum
berpengalaman ini, padahal banyak lagi pemuka-pemuka kaum Muhajirin yang
pernah memimpin perang”. Karena itulah banyak desas-desus yang
mengecilkan kepemimpinan Usamah. Umar bin Al-Khatthab Menolak pendapat
tersebut serta menjawab keraguan orang ramai. Kemudian dia menemui
Rasulullah SAW serta memberitahu tentang apa yang dikatakan orang ramai
tentang Usamah. Beliau SAW sangat marah, lalu memakai sorbannya dan
keluar ke masjid. Bila orang ramai sudah berkumpul di situ, beliau naik
mimbar, memuji-muji Allah dan mensyukurinya, lalu berkata: “Amma
ba’du! Wahai sekalian manusia! Ada pembicaraan yang sampai kepadaku
mengenai pengangkatan Usamah? Demi Allah, jika kamu telah menuduhku
terhadap pengangkatanku terhadap Usamah, maka sebenarnya kamu juga
dahulu telah menuduhku terhadap pengangkatanku terhadap ayahnya, yakni
Zaid. Demi Allah, si Zaid itu memang layak menjadi panglima perang dan
puteranya si Usamah juga layak menjadi panglima perang setelahnya. Kalau
ayahnya si Zaid itu sungguh sangat aku kasihi, maka puteranya juga si
Usamah sangat aku kasihi. Dan kedua orang ini adalah orang yang baik,
maka hendaklah kamu memandang baik terhadap keduanya, karena mereka juga
adalah di antara sebaik-baik manusia di antara kamu!”.
Sesudah itu, beliau turun dari atas mimbar dan masuk ke dalam rumahnya, pada hari Sabtu, 10 Rabi’ul-awal. Kemudian berdatanganlah kaum Muhajirin yang hendak berangkat bersama-sama pasukan Usamah itu kepada Rasulullah SAW untuk mengucapkan selamat tinggal, di antaranya Umar bin Al-khatthab Dan Rasulullah SAW terus mengatakan kepada mereka: “Biarkan segera Usamah berangkat! Seketika itu pula Ummi Aiman (yaitu ibu Usamah) mendatangi Rasulullah SAW seraya berkata: “Wahai Rasulullah! Bukankah lebih baik, jika engkau biarkan Usamah menunggu sebentar di perkemahannya, sehingga engkau merasa sehat, karena, jika Usamah Berangkat juga dalam keadaan seperti ini, tentulah dia akan merasa bimbang dalam perjalanannya!”. Tetapi Rasulullah SAW tetap mengatakan: “Biarkan segera Usamah berangkat!”.
Sesudah itu, beliau turun dari atas mimbar dan masuk ke dalam rumahnya, pada hari Sabtu, 10 Rabi’ul-awal. Kemudian berdatanganlah kaum Muhajirin yang hendak berangkat bersama-sama pasukan Usamah itu kepada Rasulullah SAW untuk mengucapkan selamat tinggal, di antaranya Umar bin Al-khatthab Dan Rasulullah SAW terus mengatakan kepada mereka: “Biarkan segera Usamah berangkat! Seketika itu pula Ummi Aiman (yaitu ibu Usamah) mendatangi Rasulullah SAW seraya berkata: “Wahai Rasulullah! Bukankah lebih baik, jika engkau biarkan Usamah menunggu sebentar di perkemahannya, sehingga engkau merasa sehat, karena, jika Usamah Berangkat juga dalam keadaan seperti ini, tentulah dia akan merasa bimbang dalam perjalanannya!”. Tetapi Rasulullah SAW tetap mengatakan: “Biarkan segera Usamah berangkat!”.
Orang telah ramai berkumpul di perkemahan
pasukan Usamah itu, dan mereka menginap di situ pada malam minggu itu.
Usamah datang lagi kepada Rasulullah SAW pada hari Ahad dan Beliau SAW
terlalu berat sakitnya, sehingga mereka memberikannya obat. Usamah
menemui Beliau sedang kedua matanya mengalirkan air mata. Ketika itu
Al-Abbas berada di situ, dan di sekeliling Beliau ada beberapa orang
kaum wanita dari kaum keluarganya. Usamah menundukkan kepalanya dan
mencium Rasulullah SAW sedang Beliau tidak berkata apa-apa, selain
mengangkat kedua belah tangannya serta mengusapkannya kepada Usamah.
Berkata Usamah: “Aku tahu bahwa Rasulullah SAW mendoakan keberhasilanku. Aku kemudian kembah ke markas pasukanku”. “Pada besok harinya, yaitu hari Senin, aku menggerakkan pasukanku sehingga kesemuanya telah siap untuk berangkat.
Aku mendapat berita bahwa Rasulullah SAW telah segar sedikit, maka aku
pun datang sekali lagi kepadanya untuk mengucapkan selamat tinggal, kata
Usamah”. Beliau berkata kepadaku: “Usamah! Berangkatlah segera dengan diliputi keberkatan dari Allah!”.
Aku lihat isteri-isterinya cerah wajah mereka karena gembira melihat
beliau sedikit segar pada hari itu. Kemudian datang pula Abu Bakar.
Dengan wajah yang gembira, seraya berkata:”Wahai Rasulullah! Engkau
terlihat lebih segar hari ini, Alhamduillah. Hari ini hari pelangsungan
pernikahan puteri Kharijah, izinkanlah aku pergi”. Maka Rasulullah
SAW mengizinkannya pergi ke Sunh (sebuah perkampungan di luar kota
Madinah), Usamah Pun kembali kepada pasukannya yang sedang menunggu
perintahnya untuk bergerak, dan dia telah memerintahkan siapa yang masih
belum berkumpul di markasnya supaya segera datang karena sudah tiba
waktunya untuk bergerak.
Belum jauh pasukan itu meninggalkan
Jaraf, tempat markas perkemahannya, datanglah utusan dari Ummi Aiman
memberitahukan bahwa Rasulullah SAW telah kembali ke rahmatullah. Usamah
segera memberhentikan pergerakan pasukan itu, dan segera menuju ke kota
Madinah bersama-sama dengan Umar Dan Abu Ubaidah Ke rumah Rasulullah
SAW dan mereka mendapati beliau telah meninggal dunia. Beliau wafat
ketika matahari tenggelam pada hari Senin malam 12 Rabi’ul-awal. Kaum
Muslimin yang bermarkas di Jaraf tidak jadi berangkat ke medan perang,
lalu kembali ke Madinah. Buraidah bin Al-Hashib yang membawa bendera
Usamah, lalu menancapkannya di pintu rumah Rasulullah SAW. Sesudah Abu
Bakar Diangkat menjadi Khalifah Rasulullah SAW dia telah menyuruh
Buraidah Mengambil bendera perang itu dan menyerahkan kepada Usamah, dan
supaya tidak dilipat sehingga Usamah memimpin pasukannya berangkat ke
medan perang Syam. Berkata pula Buraidah: “Aku pun membawa bendera itu
ke rumah Usamah , dan pasukan itu pun bergerak menuju ke Syam”. Setelah
selesai tugas kami di Syam, kami kembali ke Madinah dan bendera saya
tancapkan di rumah Usamah sehingga Usamah meninggal dunia.
Abu Bakar As-siddiq terpilih dan dilantik
menjadi Khalifah. Khalifah Abu Bakar memerintahkan supaya meneruskan
pengiriman tentara di bawah pimpinan Usamah bin Zaid, sesuai dengan
rencana yang telah digariskan Rasulullah. Tetapi sekelompok kaum Ansar
mengkehendaki supaya menangguhkan pemberangkatan pasukan. Mereka meminta
‘Umar bin Al-Khatthab membicarakannya dengan Khalifah Abu Bakar. Kata
mereka, “Jika Khalifah tetap berkeras hendak meneruskan pengiriman
pasukan sebagai dikehendakinya, kami mengusulkan Panglima pasukan,
Usamah, yang masih muda remaja ditukar dengan tokoh yang tua dan
berpengalaman.”Mendengar ucapan Umar menyampaikan usul kaum Ansar itu,
Abu Bakar bangun menghampiri ‘Umar. Lalu ditariknya janggut Umar seraya
berkata dengan marah.
“Hai putera Khatthab! Rasulullah telah mengangkat Usamah. Engkau tahu itu. Kini engkau menyuruhku membatalkan keputusan Rasulullah. Demi Allah! Tidak ada cara begitu!”Tatkala Umar kembali kepada orang banyak, mereka menanyakan bagaimana hasil pembicaraannya dengan Khalifah tentang usul mereka. Kata Umar, “Setelah saya sampaikan usul kalian kepada Khalifah, beliau menolak, malahan saya kena marah. Saya dikatakan berani membatalkan keputusan Rasulullah!”
“Hai putera Khatthab! Rasulullah telah mengangkat Usamah. Engkau tahu itu. Kini engkau menyuruhku membatalkan keputusan Rasulullah. Demi Allah! Tidak ada cara begitu!”Tatkala Umar kembali kepada orang banyak, mereka menanyakan bagaimana hasil pembicaraannya dengan Khalifah tentang usul mereka. Kata Umar, “Setelah saya sampaikan usul kalian kepada Khalifah, beliau menolak, malahan saya kena marah. Saya dikatakan berani membatalkan keputusan Rasulullah!”
Pasukan tentara muslimin berangkat di
bawah pimpinan Panglimanya yang masih muda remaja, Usamah bin Zaid.
Khalifah Abu Bakar turut mengiringinya berjalan kaki sedangkan Usamah
menunggang kendaraan. Kata Usamah, “Wahai Khalifah Rasulullah! Silakan
anda naik kenderaan. Biarlah saya turun dan berjalan kaki!” Jawab Abu
Bakar, “Demi Allah! Jangan turun Demi Allah! Saya tidak hendak naik
kendaraan. Biarlah kaki saya kotor, sementara menghantar engkau berjuang
fisabilillah! Saya titipkan engkau agama engkau, kesetiaan engkau, dan
kesudahan perjuangan engkau kepada Allah. Saya berwasiat kepada engkau,
laksanakan sebaik-baiknya segala perintah Rasulullah kepadamu!” Kemudian
Khalifah Abu Bakar lebih mendekat kepada Usamah. Katanya, “Jika engkau
setuju biarlah Umar tinggal bersama saya. Izinkanlah dia tinggal untuk
membantu saya.” Usamah mengizinkan Umar tinggal untuk membantu Khalifah
Abu Bakar.
Usamah terus maju membawa pasukan tentera
yang dipimpinnya. Segala perintah Rasulullah kepadanya dilaksanakannya
sebaik-baiknya. Tiba di Baiqa’ dan Qal’atut Daarum, termasuk daerah
Palestina, Usamah berhenti dan memerintahkan tenteranya berkemah.
Kehebatan Romawi dapat dihapuskannya dari hati kaum muslimin. Lalu
dibentangkannya jalan luas di hadapan mereka bagi perak Syam (Syria) dan
Mesir.
Usamah berhasil kembali dari medan perang
dengan kemenangan gilang-gemilang. Mereka membawa harta rampasan yang
banyak, melebihi perkiraan yang diduga orang. Sehingga dikatakan orang, “Belum
pernah terjadi suatu pasukan tempur kembali dari medan tempur dengan
selamat dan utuh dan berhasil membawa harta rampasan sebanyak yang
dibawa pasukan Usamah bin Zaid.”
Usamah bin Zaid sepanjang hidupnya berada di tempat terhormat dan dicintai kaum muslimin. Karena dia senantiasa mengikuti sunnah Rasulullah dengan sempurna, serta memuliakan peribadi Rasul.
Usamah bin Zaid sepanjang hidupnya berada di tempat terhormat dan dicintai kaum muslimin. Karena dia senantiasa mengikuti sunnah Rasulullah dengan sempurna, serta memuliakan peribadi Rasul.
Khalifah ‘Umar bin Al-Khatthab pernah
diprotes oleh puteranya Abdullah bin Umar, kerana melebihkan Usamah
daripada jatah Abdullah sebagai putera Khalifah. Kata ‘Abdullah bin
Umar, “Wahai Ayah! Ayah menjatahkan untuk Usamah empat ribu, sedangkan kepada saya hanya tiga ribu.
Padahal jasa ayahnya, agaknya tidak lebih banyak daripada jasa ayah
sendiri. Begitu lah pula peribadi Usamah, agaknya tidak ada
keistimewaannya daripada saya.” Jawab Khalifah ‘Umar, “Jauh sekali,
ayahnya lebih disayangi Rasulullah daripada ayah kamu ini. Dan pribadi
Usamah lebih disayangi Rasulullah daripada peribadimu.” Mendengar
keterangan ayahnya, ‘Abdullah bin Umar rela jatah Usamah lebih banyak
dari jatah yang diterimanya. Apabila ‘Umar bertemu dengan Usamah, maka
Umar menyapa dengan ucapan: “Marhaban bi amiiri!” (Selamat wahai
komandanku!). Jika ada orang yang heran dengan sapaan Umar tersebut,
maka Umar menjelaskan, “Rasulullah pernah mengangkat Usamah menjadi
komandan saya.”
Semoga Allah senantiasa melimpahkan
rahmat-Nya kepada para sahabat yang memiliki jiwa dan keperibadian agung
seperti mereka ini. Amiin.
Sumber : http://buletinmitsal.wordpress.com/sosok/hanzhalah-bin-amir/
0 komentar:
Posting Komentar